Surveyor Arti dan Tugas

Pengertian Survey adalah suatu tugas mencari dan mengungkapkan fakta pada waktu sekarang.
Surveyor adalah seseorang yang melakukan pemeriksaan atau mengawasi dan mengamati suatu pekerjaan lainnya.
Dalam dunia kerja istilah Surveyor kebanyakan menjurus pada dunia lapangan yg nanti nya menjadi objek utama dalam hal menjalankan tugas nya.

Surveyor kadang identik dgn dunia ke-proyek-an, tapi semakin jaman berkembang semakin berkembang pula kata surveyor di tempatkan semisal di dunia "Leasing" dan perusahaan2 jasa lain nya bisa perusahaan Asuransi dst. namun perlu diketahui sebelumnya Tugas surveyor sama saja "mata" bagi perusahaan itu sendiri sebagai bagian yg melihat objek sasaran kerja.
Pendidikan yg di utamakan biasanya D3-S1, namun tidak ditutup kemungkinan lefel SMA juga ada peluang,

kali ini kita membahas tugas seorang surveyor dari perusahaan finance (pembiayaan)
Pada perusahaan pembiayaan di Indonesia, umumnya seorang surveyor mengemban 4 tugas pokok yang berjalan secara paralel/bersamaan , antara lain :
SURVEYOR adalah Marketing Officer,
SURVEYOR adalah Field Observer,
SURVEYOR adalah Field Credit Analyst,
SURVEYOR adalah Field Collector.
SURVEYOR adalah Marketing Officer,

Dibanyak perusahaan pendanaan, yang mendanai pembelian secara angsuran/kredit untuk Alat-alat Electronic, Sepeda Motor, Mobil, dll, surveyor juga seorang petugas pemasaran walau tersamar dari arti kata tugas sebenarnya. Tanpa disadari, mau tidak mau, pemasaran suatu institusi/perusahaan pembiayaan bergantung sekali pada seorang surveyor, maka sering kita menemui dalam keseharian kerja disebuah perusahaan pembiayaan seorang surveyor mempunyai target sales (marketing).

@SURVEYOR adalah Field Observer,
Mungkin tugas yang satu ini adalah tugas yang paling mendekati tugas seorang SURVEYOR, Field Observer/pengamat lapangan yang bertugas mengamati calon debitur, a/l :
Siapakah calon debitur ?
Bagaimanakah kondisi calon debitur ?
Bagaimanakah kemampuan bayar calon debitur ?
Bagaimanakah Kebiasaan calon debitur ?
dimana kesemua pertanyaan-pertanyaan tadi di aplikasikan kedalam pengadaan dokumen diri dan catatan-catatan khusus dari calon debitur/konsumen.

@SURVEYOR adalah Field Credit Analyst,
Dari tugas 1 dan tugas 2 tersebut diatas, maka surveyor yang sudah membekali dirinya dengan banyak bahan-bahan observasi sebagai aneka hipotesa-hipotesa akan membuat analisa-analisa tentang calon konsumen/debiturnya dan membuat sebuah rekomendasi kelayakan calon debiturnya kepada komite kredit back office. Berdasarkan pengalaman yang saya jalani baik sejak saya sebagai surveyor dan pada akhirnya ditempatkan di divisi risk management, analisa-analisa yang dibuat oleh seorang surveyor yang berbasis pada bahan observasi lapangannya lebih banyak atau 90% dipakai sebagai bahan dalam mengambil keputusan pemberian kredit kepada calon debitur. Hal ini terjadi karena tuntutan kecepatan proses dan kompetisi pasar yang menuntut sebuah perusahaan pendanaan HARUS lebih cepat dalam memberikan keputusan kredit terlepas dari hasil analisa seorang credit analyst back office yang mungkin masih ragu-ragu.

@SURVEYOR adalah Field Collector.
Pada akhirnya sebagai penutup/penuntas tugas akhir seorang surveyor adalah mengemban tugas yang paling penting dalam rangkaian tugas SURVEYOR (semakin jauh dari tugas utamanya) adalah menyelesaikan/merawat/me-maintenance debitur/konsumen yang overdue/wanprestasi. Biasanya tugas ini akan dibebankan kepada surveyor jika COLLECTOR dari DIVISI COLLECTION menganggap bahwa konsumen sudah tidak bisa bekerjasama lagi dengan baik (ingkar janji bayar lebih dari 3 x kunjungan ). Mengapa tugas ini menjadi momok bagi seorang surveyor ? karena pada umumnya perusahaan-perusahaan pembiayaan akan memberikan nilai tambah/kurang pada KEY INDICATOR PERFORMANCE seorang surveyor yang tinggi pada performance collectibilitynya. Dalam bahasa sehari-hari yang sering kita dengar pada seorang BOSS kepada surveyornya adalah ” BISA KASIH KREDIT, BISA TAGIH SENDIRI !!!!”. Inilah yang menyebabkan banyak surveyor berjuluk “SURVEYOR BAJING LONCAT”, artinya lebih dari 3 perusahaan pembiayaan disinggahi dengan tugas yang sama sebagai SURVEYOR dan terpaksa/dipaksa mengundurkan diri (RESIGN) karena performance collectibilitynya melebihi batas ambang yang telah ditargetkan oleh perusahaan, dan sangat kecil kemungkinan porsi performance kredit dibebankan pada STAFF/BACK OFFICE Risk Management atau bahkan pada staff lapangan collector yang jelas-jelas mempunyai tugas sebagai penagih lapangan. Bahkan ada satu institusi/perusahaan pembiayaan yang sudah terkenal di pembiayaan sepeda motor sebagai tempat pelatihan/training bagi surveyor karena turn over sdm surveyornya sangat tinggi sekali (belajar dan dibayar kemudian cari dan pindah ke perusahaan pembiayaan lainnya) karena status kepegawainnya yang menggunakan jasa outsourcing (menghindari beban pajak penghasilan dan kewajiban untuk mengikutsertakan pegawainya yang telah diwajibkan oleh pemerintah yakni JAMSOSTEK).

Sangat disayangkan seorang SURVEYOR yang mengemban begitu banyak tugas masih dibayar/upah/gaji hanya ala kadarnya, sering saya temui (karena kesalahpahaman arti upah/gaji untuk karyawan) seorang surveyor hanya menerima upah Rp. 200.000,- saja perbulan (Mengapa bisa?). Seorang surveyor dalam perjanjian/kontrak kerjanya rata-rata menerima :
Gaji pokok = +/- Rp. 750.000,-
Uang Makan & Uang Transport = +/- Rp. 500.000,-
Insentif Sales/Aplikasi kredit = +/- Rp. 450.000,- (rata-rata/aplikasi Rp.15.000,-x 30 Aplikasi)
Insentif Performance Collectibility = +/- Rp. 600.000,- (Asumsi 30+ overdue tidak lebih dari 5.5%) dan biasanya jenis INSENTIF ini hanya angka penyulut motivasi saja, sangat jarang untuk surveyor yang sudah diatas 7 Bulan kerja mampu menahan laju overdue 30+ dibawah 5.5% dalam 30 Hari kerja collection.
Jadi Total Income =  poin1 + poin 2 + poin3 = Rp. 1. 700.000,-
Dikurangi biaya operasional surveyor (bensin + makan + perawatan kendaraan+biaya lobby parner kerja) = Rp. 50.000,-/hari X 30Hari kerja = Rp. 1.500.000,-
Maka REAL INCOME/BULAN = Rp. 200.000,-
Sangat saya sayangkan juga dikebanyakan perusahaan pembiayaan yang tahu betul kondisi tersebut tetapi berdalih bahwa seorang surveyor mempunyai banyak upah tambahan dari lapangan (tips dari konsumen, tips dari rekan kerja (sales/broker/mediator), MEMANG BENAR seperti itulah yang terjadi dilapangan… tapi hal itu terjadi karena perusahaan hanya mampu membayar upah (Rp. 200.000,-) + biaya operasional kerja (Rp. 1.500.000,-). Mana mungkin tidak terjadi FRAUD/penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi? jika kondisinya demikian, jadi siapa yang menyebabkan penyimpangan itu terjadi ?.
Biasanya perusahaan menambah banyak tools unit kerja di bagian risk manajement untuk meminimalisasi resiko penyimpangan-penyimpangan, tapi pada umumnya karena tuntutan kecepatan proses kredit yang merupakan syarat dasar persaingan/kompetisi pasar di bisnis multifinance, umumnya pada pembiayaan sepeda motor dan leaseback/dana tunai,  resiko bisnisnya hanya diatasi setelah proses kredit tersebut terjadi, yang pada akhirnya merekomendasikan bahwa adanya penyimpangan/FRAUD pada suatu proses kredit.
RISK MANAGEMENT dengan begitu banyak tool-toolsnya mempunyai tugas meminimalisasi resiko, bukan mendapatkan penyimpangan, tetapi itulah yang banyak terjadi di bisnis multifinance Indonesia, kebutuhan risk management pada perusahaan pembiayaan atau lembaga keuangan non perbankan hanya sebagai kosmetik untuk mempercantik kelengkapan sebagai syarat yang ditetapkan oleh pemerintah (Bank Sentral).